Total Tayangan Halaman

3,897

Sabtu, 27 Desember 2014

TEORI ANOMIE MERTON


TENTANG TEORI ANOMIE MERTON
1.      Pengaruh Intelektual
2.      Pengaruh Kondisi Sosial
3.      Pengaruh Ideologi
4.      Prinsip Dasar Teori
5.      Kelemahan atau kekurangan dan Kekuatan atau kelebihan
TEORI ANOMIE
Secara global, aktual dan representatif teori anomie lahir, tumbuh dan berkembang berdasarkan Kondisi Sosial (social heritage) munculnya revolusi industri hingga great depression di Prancis dan Eropa tahun 1930-an menghasilkan deregulasi tradisi sosial, efek bagi individu dan lembaga sosial/masyarakat. Perkembangan berikutnya, begitu pentingnya teori analisis struktur sosial sangat di latar belakangi usaha New Deal Reform pemerintah dengan fokus penyusunan kembali masyarakat. Untuk pertama kalinya, istilah Anomie diperkenalkan Emile Durkheim yang diartikan sebagai suatu keadaan tanpa norma (the concept of anomie referred to on absence of social regulation normlessness). Kemudian dalam buku The Division of Labor in Society (1893) Emile Durkheim mempergunakan istilah anomie untuk mendeskripsikan keadaan “deregulation” di dalam masyarakat yang diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan deviasi.
Menurut Emile Durkheim, teori anomie terdiri dari tiga perspektif, yaitu :
§         Manusia adalah mahluk sosial (man is social animal).
§         Keberadaan manusia sebagai mahluk sosial (human being is a social animal).
§         Manusia cenderung hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat tergantung pada masyarakat tersebut sebagai koloni (tending to live in colonies, and his/her survival dependent upon moral conextions).
Kemudian, istilah anomie dikemukakan Emile Durkheim dalam bukunya Suicide (1897) yang mengemukakan asumsi bunuh diri dalam masyarakat merupakan akhir puncak dari anomie karena dua keadaan sosial berupa social integration dan social regulation.
Lebih lanjut, skema hipotesis Durkheim terlihat sebagai berikut :
Social Conditions
High
Low
Social integration
Altruism
Egoism
Social regulation
Fatalism
Anomie

Emile Durkheim mengemukakan bahwa bunuh diri atau suicide berasal dari tiga kondisi sosial yang menekan (stress), yaitu :
(1)   deregulasi kebutuhan atau anomi ;
(2)   regulasi yang keterlaluan atau fatalism ;
(3)   kurangnya integrasi struktural atau egoisme.
Hipotesis keempat dari suicide menunjuk kepada proses sosialisasi dari seorang individu kepada suatu nilai budaya altruistic mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan bunuh diri. Hipotesis keempat ini bukan termasuk teori stress.
Pada tahun 1938, Robert K. Merton mengadopsi konsep anomie Emile Durkheim untuk menjelaskan deviasi di Amerika. Konsepsi Merton ini sebenarnya dipengaruhi intelectual heritage Pitirin A. Sorokin (1928) dalam bukunya Contemporary Sociological Theories dan Talcot Parsons (1937) dalam buku The Structure of Social Action. Menurut Robert K. Merton, konsep anomie di definisi sebagai ketidak sesuaian atau timbulnya diskrepansi/perbedaan antara cultural goals dan institutional means sebagai akibat cara masyarakat diatur (struktur masyarakat) karena adanya pembagian kelas. Karena itu, menurut John Hagan, teori anomie Robert K. Merton berorientasi pada kelas (“Merton is in exploring variations in crime and deviance by social class”). Teori Merton menjelaskan kejahatan di Amerika Serikat, yaitu dengan terjadinya disparitas yang luas dalam hal pendapatan di antara kelas-kelas masyarakat berbeda.
Teori anomie Robert K. Merton pada mulanya mendeskripsikan korelasi antara perilaku delinkuen dengan tahapan tertentu pada struktur sosial akan menimbulkan, melahirkan dan menumbuhkan suatu kondisi terhadap pelanggaran norma masyarakat yang merupakan reaksi normal. Untuk itu, ada dua unsur bentuk perilaku delinkuen yaitu unsur dari struktur sosial dan kultural.
Konkritnya, unsur kultur melahirkan goals dan unsur struktural melahirkan means. Secara sederhana, goals diartikan sebagai tujuan-tujuan dan kepentingan membudaya meliputi kerangka aspirasi dasar manusia. Sedangkan means diartikan aturan dan cara kontrol yang melembaga dan diterima sebagai sarana mencapai tujuan. Karena itu, Robert K. Merton membagi norma sosial berupa tujuan sosial (sociatae goals) dan sarana-sarana yang tersedia (acceptable means) untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam perkembangan berikutnya, pengertian anomie mengalami perubahan dengan adanya pembagian tujuan-tujuan dan sarana-sarana dalam masyarakat yang terstruktur. Dalam pencapaian tujuan tersebut, ternyata tidak setiap orang menggunakan sarana-sarana yang tersedia, akan tetapi ada yang melakukan cara tidak sesuai dengan cara-cara yang telah ditetapkan (illegitime means).  Aspek ini dikarenakan, menurut Robert K. Merton, struktur sosial berbentuk kelas-kelas sehingga menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Misalnya, mereka yang berasal dari kelas rendah (lower class) mempunyai kesempatan lebih kecil dalam mencapai tujuan bila dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas tinggi (uper class). Robert K. Merton mengemukakan lima cara mengatasi anomie dalam setiap anggota kelompok masyarakat dengan tujuan yang membudaya (goals) dan cara yang melembaga (means), seperti tampak pada tabel Model of Adaptation.
Tabel  Model of Adaptation
Adjustment/adaptation
forms
Cultural goals
Institutionalized
Means
1.
Conformity
+
+
2.
Innovation
+
-
3.
Ritualism
-
+
4.
Retreatism
-
-
5.
Rebelion
+/-
+/-
             Keterangan :
       +    acceptances (penerimaan)
-     elliminaation (penolakan)
+/-  rejection and subtitution of new goals and means
  (penolakan dan penggantian tujuan dan cara baru)
Kelima bentuk penyesuaian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
(1)   Conformity (konformitas) adalah suatu keadaan dimana warga masyarakat tetap menerima tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan moral.
(2)   Innovation (inovasi) yaitu keadaan dimana tujuan dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
(3)   Ritualism (ritualisme) yaitu keadaan dimana warga masyarakat menolak tujuan yang telah ditetapkan namun sarana-sarana yang telah ditentukan tetap dipilih.
(4)   Retreatism (penarikan diri) merupakan keadaan dimana para warga masyarakat menolak tujuan dan sarana yang telah disediakan.
(5)   Rebellion (pemberontakan) adalah suatu keadaan dimana tujuan dan sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti atau mengubah seluruhnya.
Dari skema penyesuaian diri Robert K. Merton di atas maka inovasi, ritualisme, penarikan diri dan pemberontakan merupakan bentuk penyesuaian diri yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Karena itu, pengadaptasian yang gagal pada struktur sosial merupakan fokus dari teori Robert K. Merton (Problems of acces to legitimate means of achieving the goals are the focus of Anomie Theory). Sebagai sebuah teori, maka Anomie merupakan golongan teori abstrak/macrotheoriess dalam klasifikasi teori positif Frank P. William dan Marilyn McShane, atau dengan melalui pendekatan teorinya secara sociological (Frank Hagan). Teori anomie Robert K. Merton diperbaiki Cloward & Ohlin (1959) dengan mengetengahkan teori differential opportunity. Cloward & Ohlin mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat cara-cara untuk mencapai sukses, yaitu cara yang disebutnya “legitimate dan illegitimate”. Sedangkan Robert K. Merton hanya mengakui cara yang pertama.
Kelemaha teori Anomie Robert K. Merton yaitu terlalu berkonsentrasi pada kejahatan di tingkat bawah secara hirarki ekonomi, teori ini melalaikan kejahatan yang dilakukan oleh kalangan menegah dan atas. Kekuatan dari Teori anomie menempatkan ketidak seimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidak seimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan dari pada kelompok lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar