TENTANG
TEORI ANOMIE MERTON
1.
Pengaruh Intelektual
2.
Pengaruh Kondisi Sosial
3.
Pengaruh Ideologi
4.
Prinsip Dasar Teori
5.
Kelemahan atau kekurangan dan Kekuatan
atau kelebihan
TEORI ANOMIE
Secara
global, aktual dan representatif teori anomie lahir, tumbuh dan berkembang
berdasarkan Kondisi Sosial (social heritage) munculnya revolusi industri
hingga great depression di Prancis dan Eropa tahun 1930-an menghasilkan
deregulasi tradisi sosial, efek bagi individu dan lembaga sosial/masyarakat.
Perkembangan berikutnya, begitu pentingnya teori analisis struktur sosial
sangat di latar belakangi usaha New Deal Reform pemerintah dengan fokus
penyusunan kembali masyarakat. Untuk pertama kalinya, istilah Anomie
diperkenalkan Emile Durkheim yang diartikan sebagai suatu keadaan tanpa
norma (the concept of anomie referred to on absence of social regulation
normlessness). Kemudian dalam buku The Division of Labor in Society
(1893) Emile Durkheim mempergunakan istilah anomie untuk
mendeskripsikan keadaan “deregulation” di dalam masyarakat yang
diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat
sehingga orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini
menyebabkan deviasi.
Menurut Emile
Durkheim, teori anomie terdiri dari tiga perspektif, yaitu :
§
Manusia
adalah mahluk sosial (man is social animal).
§
Keberadaan
manusia sebagai mahluk sosial (human being is a social animal).
§
Manusia
cenderung hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat tergantung pada
masyarakat tersebut sebagai koloni (tending to live in colonies, and his/her
survival dependent upon moral conextions).
Kemudian,
istilah anomie dikemukakan Emile Durkheim dalam bukunya Suicide
(1897) yang mengemukakan asumsi bunuh diri dalam masyarakat merupakan akhir puncak
dari anomie karena dua keadaan sosial berupa social integration
dan social regulation.
Lebih
lanjut, skema hipotesis Durkheim terlihat sebagai berikut :
Social Conditions
|
High
|
Low
|
Social integration
|
Altruism
|
Egoism
|
Social regulation
|
Fatalism
|
Anomie
|
Emile
Durkheim mengemukakan bahwa bunuh diri atau suicide
berasal dari tiga kondisi sosial yang menekan (stress), yaitu :
(1)
deregulasi
kebutuhan atau anomi ;
(2)
regulasi
yang keterlaluan atau fatalism ;
(3)
kurangnya
integrasi struktural atau egoisme.
Hipotesis
keempat dari suicide menunjuk kepada proses sosialisasi dari seorang
individu kepada suatu nilai budaya altruistic mendorong yang
bersangkutan untuk melaksanakan bunuh diri. Hipotesis keempat ini bukan
termasuk teori stress.
Pada tahun
1938, Robert K. Merton mengadopsi konsep anomie Emile Durkheim
untuk menjelaskan deviasi di Amerika. Konsepsi Merton ini sebenarnya
dipengaruhi intelectual heritage Pitirin A. Sorokin (1928) dalam
bukunya Contemporary Sociological Theories dan Talcot Parsons
(1937) dalam buku The Structure of Social Action. Menurut Robert K.
Merton, konsep anomie di definisi sebagai ketidak sesuaian atau
timbulnya diskrepansi/perbedaan antara cultural goals dan institutional
means sebagai akibat cara masyarakat diatur (struktur masyarakat) karena
adanya pembagian kelas. Karena itu, menurut John Hagan, teori anomie
Robert K. Merton berorientasi pada kelas (“Merton is in exploring
variations in crime and deviance by social class”).
Teori Merton menjelaskan kejahatan di Amerika Serikat, yaitu dengan terjadinya
disparitas yang luas dalam hal pendapatan di antara kelas-kelas masyarakat
berbeda.
Teori anomie
Robert K. Merton pada mulanya mendeskripsikan korelasi antara perilaku
delinkuen dengan tahapan tertentu pada struktur sosial akan menimbulkan,
melahirkan dan menumbuhkan suatu kondisi terhadap pelanggaran norma masyarakat
yang merupakan reaksi normal. Untuk itu, ada dua unsur bentuk perilaku
delinkuen yaitu unsur dari struktur sosial dan kultural.
Konkritnya,
unsur kultur melahirkan goals dan unsur struktural melahirkan means.
Secara sederhana, goals diartikan sebagai tujuan-tujuan dan kepentingan
membudaya meliputi kerangka aspirasi dasar manusia. Sedangkan means
diartikan aturan dan cara kontrol yang melembaga dan diterima sebagai sarana
mencapai tujuan. Karena itu, Robert K. Merton membagi norma sosial
berupa tujuan sosial (sociatae goals) dan sarana-sarana yang tersedia (acceptable
means) untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam
perkembangan berikutnya, pengertian anomie mengalami perubahan dengan
adanya pembagian tujuan-tujuan dan sarana-sarana dalam masyarakat yang
terstruktur. Dalam pencapaian tujuan tersebut, ternyata tidak setiap orang
menggunakan sarana-sarana yang tersedia, akan tetapi ada yang melakukan cara
tidak sesuai dengan cara-cara yang telah ditetapkan (illegitime means).
Aspek ini dikarenakan, menurut Robert K. Merton, struktur sosial
berbentuk kelas-kelas sehingga menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan
kesempatan dalam mencapai tujuan. Misalnya, mereka yang
berasal dari kelas rendah (lower class) mempunyai kesempatan lebih kecil
dalam mencapai tujuan bila dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas
tinggi (uper class). Robert K. Merton
mengemukakan lima cara mengatasi anomie dalam setiap anggota kelompok
masyarakat dengan tujuan yang membudaya (goals) dan cara yang melembaga
(means), seperti tampak pada tabel Model of Adaptation.
Tabel Model of Adaptation
Adjustment/adaptation
forms
|
Cultural goals
|
Institutionalized
Means
|
|
1.
|
Conformity
|
+
|
+
|
2.
|
Innovation
|
+
|
-
|
3.
|
Ritualism
|
-
|
+
|
4.
|
Retreatism
|
-
|
-
|
5.
|
Rebelion
|
+/-
|
+/-
|
Keterangan :
+ acceptances (penerimaan)
-
elliminaation (penolakan)
+/- rejection
and subtitution of new goals and means
(penolakan
dan penggantian tujuan dan cara baru)
Kelima
bentuk penyesuaian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
(1)
Conformity (konformitas) adalah suatu keadaan dimana warga
masyarakat tetap menerima tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam
masyarakat karena adanya tekanan moral.
(2)
Innovation (inovasi) yaitu keadaan dimana tujuan dalam
masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mengubah sarana-sarana yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
(3)
Ritualism (ritualisme) yaitu keadaan dimana warga masyarakat
menolak tujuan yang telah ditetapkan namun sarana-sarana yang telah ditentukan
tetap dipilih.
(4)
Retreatism (penarikan diri) merupakan keadaan dimana para warga
masyarakat menolak tujuan dan sarana yang telah disediakan.
(5)
Rebellion (pemberontakan) adalah suatu keadaan dimana tujuan
dan sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti
atau mengubah seluruhnya.
Dari skema
penyesuaian diri Robert K. Merton di atas maka inovasi, ritualisme,
penarikan diri dan pemberontakan merupakan bentuk penyesuaian diri
yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Karena itu, pengadaptasian yang
gagal pada struktur sosial merupakan fokus dari teori Robert K. Merton (Problems
of acces to legitimate means of achieving the goals are the focus of Anomie
Theory). Sebagai sebuah teori, maka Anomie merupakan golongan teori abstrak/macrotheoriess
dalam klasifikasi teori positif Frank P. William dan Marilyn McShane,
atau dengan melalui pendekatan teorinya secara sociological (Frank Hagan).
Teori anomie Robert K. Merton diperbaiki Cloward & Ohlin
(1959) dengan mengetengahkan teori differential opportunity. Cloward
& Ohlin mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat cara-cara untuk
mencapai sukses, yaitu cara yang disebutnya “legitimate dan illegitimate”.
Sedangkan Robert K. Merton hanya mengakui cara yang pertama.
Kelemaha
teori Anomie Robert K. Merton yaitu terlalu berkonsentrasi pada kejahatan di
tingkat bawah secara hirarki ekonomi, teori ini melalaikan kejahatan yang
dilakukan oleh kalangan menegah dan atas. Kekuatan dari Teori anomie
menempatkan ketidak seimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai
penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada
cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok
dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk
penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang
menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau
kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak
ketegangan karena ketidak seimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah)
lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan dari pada kelompok lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar