Total Tayangan Halaman

Sabtu, 27 Desember 2014

Jurnal Hukum "Desember 2012"


TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)
Oleh :
Kadek Setia Budiawan
Pembimbing:
I Made Tjatrayasa
Sagung Putri M.E Purwani
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum
Universitas Udayana

Abstract
Special protection is given to children in conflict with the law children and children who are victims of crime. Police as protector of society has discretion authority to provide protection to children in conflict with the law. Implementation of the police investigator's discretion to children in conflict with the law is very useful to be applied in order children avoid punishment because application of criminal be the last option if it can not be solved by other means.
Key words: discretion , police investigators, children in conflict with the law, punishment.

PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 butir (1) menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berbicara tentang masalah perlindungan anak tentu tidak dapat dilepaskan dari masalah yang menyangkut pihak-pihak yang berkewajiban memberikan perlindungan serta bertanggung jawab terhadap perkembangan anak. Orang tua, masyarakat dewasa, pemerintah dan swasta bertanggung jawab sepenuhnya terhadap hari depan anak agar dapat dipersiapkan untuk menjadi generasi muda yang berkepribadian dan bertanggung jawab.[1]
Perlindungan khusus diberikan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yaitu anak yang berkonflik dengan hukum dan anak yang menjadi korban tindak pidana. Berkaitan dengan perlindungan yang harus diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum tentu harus ada upaya dari berbagai pihak yang berkewajiban memberikan perlindungan. Kepolisian sebagai pelindung masyarakat yang memiliki kewenangan diskresi untuk memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana yang telah diatur dalam KUHAP dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Kewenangan diskresi adalah kewenangan legal di mana kepolisian berhak untuk meneruskan atau tidak meneruskan suatu perkara. Kaitannya dengan anak yang berkonflik dengan hukum, pihak kepolisian dapat mengalihkan perkaranyan sehingga anak tidak perlu berhadapan dengan penyelesaian pengadilan pidana secara formal.[2]
Terhadap anak yang berhadapan dengan hukum ada asas parens patrie, yang berarti bahwa penguasa harus bertindak apabila anak-anak membutuhkan pertolongan, sedang anak yang melakukan kejahatan bukannya di pidana melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan.[3]
  1. Tujuan
Tujuan umum yaitu untuk lebih mendalami dan lebih memahami tentang diskresi penyidik kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sedangkan tujuan khusus yaitu untuk mengatahui dasar pertimbangan atau alasan serta dasar hukum penyidik kepolisian melakukan tindakan diskresi terhadap anak dan untuk mengetahui aspek pelaksanaan diskresi hambatan dan solusinya.
3.      Metode
     Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu metode penelitian yang meneliti tentang diskresi penyidik kepolisian di Resor Badung terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berfikir induktif serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.[4]

PEMBAHASAN

1.    DASAR PERTIMBANGAN ATAU ALASAN PENYIDIK KEPOLISIAN MELAKUKAN DISKRESI TERHADAP ANAK
1.1 Data Kasus Pelaksanaan Diskresi di Kepolisian Resor Badung        
       Di sini disajikan tabel dari tahun 2009-2012 yang berkaitan dengan diterapkannya diskresi penyidik di Kepolisan Resor Badung terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Tabel Data Kasus Diskresi
No
Tahun
Umur Anak
Tindak Pidana
Jumlah
1
2009
12 Tahun
Penganiayaan
1 (satu)
2
2010
16 Tahun
Penganiayaan
1 (satu)
3
2012
16 Tahun
Penganiayaan
1 (satu)
Sumber : Kepolisian Resor Badung
Berdasarkan tabel diatas dari tahun 2009-2012 ada 3 (tiga) kasus anak yang berhadapan dengan hukum diselesaikan melalui diskresi penyidik di Kepolisian Resor Badung.

1.2 Dasar Pertimbangan atau Alasan Pelaksanaan Diskresi
Diterapkannya diskresi penyidik kepolisian Resor Badung atas dasar pertimbangan atau alasan bahwa:
a.       Korban dan tersangka sama-sama masih berstatus pelajar yang jika perkara tersebut dilanjutkan akan sangat mengganggu pendidikan korban dan tersangka.
b.      Tersangka telah menyadari kesalahannya dan sudah meminta maaf serta berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
c.       Sudah dapat diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
d.      Penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban dilihat dari bahaya yang ditimbulkannya  tidak menyebabkan atau menimbulkan kerugian yang terkait dengan tubuh dan jiwa, maka di selesaikan secara diskresi.
e.       Tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana sampai dengan 1 (satu) tahun harus diprioritaskan untuk diterapkan diskresi, tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana di atas 1 (satu) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun dapat dipertimbangkan untuk melakukan diskresi.
f.        Tersangka masih dapat dibina, maka penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya (hasil wawancara dengan IPDA Ni Nyoman Sri Utami, SH selaku KANIT PPA di Kepolisian Resor Badung pada tanggal 24 juli 2012).

1.3  Dasar Hukum Pelaksanaan Diskresi
Dasar hukum yang dipergunakan penyidik kepolisan untuk penerapan diskresi itu antara lain :
1.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
     Pasal 7 huruf (j) yang menjelasakan kepolisian dapat mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Ketentuan Pasal 7 huruf (j), memberikan wewenang kepada penyidik yang karena kewajibannya dapat melakukan tindakan apa saja yang menurut hukum bertanggung jawab yang dimaksud seperti tindakan diskresi.
2.      Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
     Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-undang kepolisian yaitu dalam rangka menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, kepolisian negara republik Indonesia berwenang untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
       Pasal 18 ayat (1) yang masih berkaitan dengan kewenangan diskresi menyebutkan bahwa untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
       Sedangkan penjelasan atas Pasal 18 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dimaksud dengan bertindak menurut penilaiannya sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.

2. ASPEK PELAKSANAAN DISKRESI HAMBATAN DAN SOLUSINYA
2.1 Aspek Positif dan Negatif dalam Pelaksanaan Diskresi
Terdapat beberapa aspek positif dan aspek negatif pelaksanaan diskresi penyidik kepolisian sebagai berikut:
Aspek positif pelaksanaan diskresi penyidik kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yaitu :
1.      Anak terhindar dari hukuman atau pidana karena pidana bukan merupakan solusi yang baik untuk kepentingan anak.
2.      Anak akan terhindar dari cap sebagai penjahat;
3.      Anak tidak akan melakukan pengulangan tindak pidana karena kepolisian hanya sekali memberikan diskresi terhadap anak yang sudah pernah melakukan tindak pidana kemungkianan sangat kecil bila diterapkan diskresi terhadap anak yang sudah pernah diselesaikan secara diskresi.
Aspek negatif pelaksanaan diskresi penyidik kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yaitu :
1.    Anak sebagai pelaku tindak pidana kemungkinan akan mengulangi perbuatannya karena anak berfikir perbuatan yang dilakukan bisa diselesaikan secara damai.
2.    Penerapan diskresi penyidik kepolisian terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana tidak bisa mengembalikan keadaan korban yang mengalami kerugian pada tubuhnya, seperti korban penganiayaan yaitu pipi dan mata korban bengkak, itu tidak bisa mengembalikan keadaan korban seperti semula.

2.2 Hambatan-Hanmbatan Pelaksanaan Diskresi
Berdasarkan hasil wawancara dengan IPDA Ni Nyoman Sri Utami, SH selaku KANIT PPA di Kepolisian Resor Badung pada tanggal 10 agustus 2012, yang menyebutkan bahwa yang menjadi hambatan pelaksanaan diskresi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yaitu :
1.       Korban tidak mau diselesaikan secara kekeluargaan dan korban meminta untuk melanjutkannya ke proses formal dengan maksud agar tersangka menyadari perbuatan yang telah ditimbulkan terhadap korban.
2.       Keluarga korban ingin pelaku menyadari perbuatan yang dilakukan dengan cara memasukan korban dalam bui atau penjara.
3.       Tersangka takut melihat sosok polisi karena tersangka membayangkan sosok polisi itu menyeramkan.
4.       Tersangka takut diperiksa untuk dimintai keterangan, karena tersangka mengira akan di penjarakan.

2.3    Solusi Terhadap Hambatan Penerapan Diskresi
       Penyelesaian perkara terhadap anak yang berhadapan dengan hukum diselesaikan melalui Alternative Dispute Resolution (ADR) yaitu melakukan tindakan dengan memberdayakan penyelesaian alternatif di luar pengadilan melalui upaya damai yang lebih mengedepankan prinsip win-win solution. Untuk terlaksananya diskresi pihak korban tidak akan menerima begitu saja jika kasus ini dihentikan, maka dilakukan mediasi antara korban dengan tersangka agar korban mau memaafkan tersangka dengan cara mempertemukan pihak korban dengan pihak tersangka agar tercapai prinsip win-win solution yaitu tidak ada pihak manapun yang di untungkan maupun dirugikan (hasil wawancara dengan IPDA Ni Nyoman Sri Utami, SH selaku KANIT PPA di Kepolisian Resor Badung pada tanggal 10 agustus 2012.)

KESIMPULAN
   Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan sebagi berikut:
1.      Dasar pertimbangan penyidik kepolisian di Resor Badung melakukan tindakan diskresi yaitu :
       Korban dan tersangka sama-sama masih berstatus pelajar yang jika perkara tersebut dilanjutkan akan sangat mengganggu pendidikan korban serta sudah dapat diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
2.      Hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan diskresi oleh penyidik kepolisian di Resor Badung yaitu :
       Hambatan dalam pelaksanaan diskresi yaitu pihak korban tidak mau diselesaikan secara kekeluargaan dan korban meminta untuk melanjutkannya ke proses pengadilan dengan maksud agar anak tersebut menyadari perbuatan yang telah ditimbulkan dengan cara memasukan korban ke penjara atau bui. Sedangkan solusi dari hambatan pelaksanaan diskresi penyidik kepolisian yaitu melakukan penyelesaian alternatif di luar pengadilan melalui upaya damai yang lebih mengedepankan prinsip win-win solution yaitu tidak ada pihak yang diuntungkan maupun dirugikan dengan cara kepolisian melakukan mediasi antara pihak korban dengan pihak tersangka agar pihak korban mau memaafkan tersangka.



















DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badan Pembinaan Hukum Nasional Dapertemen Kehakiman, 1980, Simposium, Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Anak Dilihat Dari Segi Pembinaan Generasi Muda, Bina Cipta, Jakarta
Rika Saraswati, 2009, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Sudarto,1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, ALUMNI, Bandung
Zainuddin Ali, H., 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia






       [1]Badan Pembinaan Hukum Nasional Dapertemen Kehakiman, 1980, Simposium, Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Anak Dilihat Dari Segi Pembinaan Generasi Muda, Bina Cipta, Jakarta, h.50.
       [2]Rika Saraswati, 2009, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.122
        [3]Sudarto,1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, ALUMNI, Bandung, h. 131.
       [4]H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar